Mengenal Kekaisaran Ottoman dan Kejatuhan Konstantinopel

Kekaisaran Ottoman/Utsmaniyah: kadang ditulis Kesultanan Turki, Kesultanan Ottoman atau Turki saja, adalah imperium lintas benua yang didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey/Utsman di barat laut Anatolia pada tahun 1299. Kesultanan Utsmaniyah bangkit dari sisa-sisa dinasti Seljuk di Anatolia (Turki). 

Seiring penaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II tahun 1453, negara Utsmaniyah berubah menjadi kesultanan. Kesultanan Utsmaniyah di sebut dengan nama Kekaisaran Ottoman oleh negara-negara Eropa. 


Bendera Kesultanan Utsmaniyah tahun 1383–1453.
Meskipun memperoleh banyak daerah di Eropa, wilayah kekuasaan Utsmaniyah di Asia justru diserang pada tahun 1400 M oleh orang Mongol, yang berusaha membangkitkan kembali kekaisaran mereka di bawah pemimpin baru mereka, Tamerlane.

Banyak wilayah Utsmaniyah di Asia Barat yang hilang akibat serangan Tamerlane. Bayezid begitu frustasi sehingga dia bunuh diri. Karena mengalami banyak kekalahan di Asia, Utsmaniyah memutuskan untuk lebih berfokus di Eropa. Mereka banyak bertempur melawan Venesia demi kendali atas jalur perdagangan di Laut Tengah timur.

Pada tahun 1453 M, sultan Mehmed II dan pasukan khususnya yang disebut Yanisari bahkan berhasil menaklukan Konstantinopel yang saat ini dikenal dengan nama Istanbul dan meruntuhkan Kekaisaran Bizantium. Ini sekaligus mengakhiri sisa-sisa terakhir dari Kekaisaran Romawi.

Sepanjang abad ke-16 dan 17, tepatnya pada puncak kekuasaan pemerintahan Suleiman agung, Kesultanan Utsmaniyah merupakan salah satu negara terkuat di dunia, imperium multinasional dan multibahasa yang mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, sampai Tanduk Afrika. Konstantinopel sebagai ibu kota dan kekuasaan wilayahnya meliputi cekungan Mediterania, sehingga Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad.

Kesultanan ini bubar pasca Perang Dunia I yaitu: pada tahun 1920–23 yang pada akhirnya rezim Turki yang berada di ibu kota Ankara memilih Turki sebagai nama resmi negara. Nama tersebut sudah digunakan penduduk Eropa sejak zaman Seljuk. Pembubarannya berujung pada kemunculan rezim politik baru di Turki, serta pembentukan Balkan dan Timur Tengah yang baru.

Angkatan Darat Utsmaniyah di Konstantinopel tahun 1453, Biara Moldovița
Nama Utsmaniyah diambil dari nama Osman I yang berkuasa 1258 – 1326 dimasa memimpin pasukan suku-suku Turki (dinasti Seljuk) sebelumnya dikenal dengan nama Osman Bey, kemudian dikukuhkan sebagai nama negara Utsmaniyah hingga berlanjut menjadi negara kekaisaran/kesultanan setelah penaklukan konstantinopel oleh Sultan Mehmed II.

Setelah Osman I meninggal, kendali dipegang oleh anaknya, Orhan kekuasaan Utsmaniyah mulai meluas sampai Mediterania Timur dan Balkan, hingga kota Bursa pun jatuh yang kemudian dijadikan sebagai ibu kota negara kesultanan dan berakhirnya kendali Bizantium atas Anatolia Barat Laut, yang berlanjut dengan jatuhnya kota Thessaloniki Republik Venesia (sekarang wilayah Itali) pada tahun 1387.

Kemenangan Utsmaniyah di Kosovo tahun 1389 secara efektif mengawali kejatuhan pemerintahan Serbia di wilayah itu dan membuka jalan untuk perluasan wilayah Utsmaniyah di Eropa. Pertempuran Nicopolis tahun 1396 yang dianggap sebagai perang salib besar terakhir pada Abad Pertengahan gagal menghambat laju bangsa Turki Utsmaniyah. Seiring meluasnya kekuasaan Turki di Balkan, penaklukan strategis Konstantinopel menjadi tugas penting.


Pertempuran Mohács, 1526
Pada tanggal 10 November 1444, Murad II mengalahkan pasukan Hongaria, Polandia, dan Wallachia yang dipimpin Władysław III dari Polandia (sekaligus Raja Hongaria) dan János Hunyadi di Pertempuran Varna, pertempuran terakhir dalam Perang Salib Varna. Empat tahun kemudian, János Hunyadi mempersiapkan pasukannya (terdiri dari pasukan Hongaria dan Wallachia) untuk menyerang Turki, namun dikalahkan oleh Murad II dalam Pertempuran Kosovo Kedua tahun 1448.

Puncak Perluasan Wilayah

Putra Murad II dan Mehmed II saling bekerja sama untuk menata ulang negara dan militernya, sehingga mampu menaklukkan Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453. Mehmed mengizinkan Gereja Ortodoks mempertahankan otonomi dan tanahnya dengan imbalan asal mau mengakui pemerintahan Utsmaniyah. Karena adanya hubungan yang buruk antara negara-negara Eropa Barat dan Kekaisaran Romawi Timur, banyak penduduk Ortodoks (sekarang Yunani) yang mengakui kekuasaan Utsmaniyah, Venesia yang berada di Kekaisaran Romawi Barat akhirnya juga turut mengakui kekuasaan Utsmaniyah.

Pada abad ke-15 dan 16, Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode ekspansi. Kesultanan ini berhasil makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan efektif. Ekonominya juga maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia.

Sultan Selim I (1512–1520) memperluas batas timur dan selatan Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis dengan mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran Chaldiran. Selim I mendirikan pemerintahan Utsmaniyah di Mesir dan mengerahkan angkatan lautnya ke Laut Merah. Setelah ekspansi tersebut, persaingan pun pecah antara Kekaisaran Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah yang sama-sama berusaha menjadi kekuatan besar di kawasan itu.

Sultan Mehmed II
(dikenal dengan nama Muhammad Al-Fatih, penakluk Konstantinopel)

Suleiman Agung (1520–1566) mencaplok Belgrade tahun 1521, menguasai wilayah selatan dan tengah Kerajaan Hongaria sebagai bagian dari Peperangan Utsmaniyah–Hongaria. Setelah memenangkan Pertempuran Mohács tahun 1526, ia mendirikan pemerintahan Turki di wilayah yang sekarang disebut Hongaria (kecuali bagian baratnya) dan teritori Eropa Tengah lainnya. Ia kemudian mengepung Wina tahun 1529, namun gagal. Tahun 1532, ia melancarkan serangan lain ke Wina, namun gagal. Saat itu Transylvania, Wallachia, dan Moldavia (sementara) telah menjadi kepangeranan dibawah kendali Kesultanan Utsmaniyah. Di sebelah timur, bangsa Turk Utsmaniyah merebut Baghdad dari Persia pada tahun 1535, menguasai Mesopotamia, dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.


Sultan Mehmed II memimpin pasukannya menuju Konstantinopel

Wilayah terluas Kesultanan Utsmaniyah
Perancis dan Kesultanan Utsmaniyah bersatu karena sama-sama menentang pemerintahan Habsburg dan menjadi sekutu yang kuat. Penaklukan Nice (1543) dan Corsica (1553) oleh Perancis adalah hasil kerja sama antara pasukan raja Francis I dari Perancis dan Suleiman. Pasukan tersebut dipimpin oleh laksamana Utsmaniyah Barbarossa Hayreddin Pasha dan Turgut Reis. Satu bulan sebelum pengepungan Nice, Perancis membantu Utsmaniyah dengan mengirimkan satu unit artileri pada penaklukan Esztergom tahun 1543. Setelah itu bangsa Turk membuat serangkaian kemajuan tahun 1543, penguasa Habsburg Ferdinand I secara resmi mengakui pemerintahan Utsmaniyah di Hongaria pada tahun 1547.

Pada tahun 1559, setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan Utsmaniyah menganeksasi Kesultanan Adal yang lemah ke dalam wilayahnya. Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika. Aneksasi tersebut juga meningkatkan pengaruh Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal.

Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua. Selain itu, kesultanan ini menjadi kekuatan laut besar yang mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian utama dari lingkup politik Eropa. Kesuksesan politik dan militernya sering disamakan dengan Kekaisaran Romawi.

Kejatuhan Konstantinopel

Dibawah komando Sultan Utsmaniyah yang berumur 21 tahun, yaitu Muhammad al-Fatih, melawan tentara bertahan yang dikomandoi oleh Kaisar Bizantium Konstantinus XI. Pengepungan berlangsung dari Jumat, 6 April 1453- Selasa, 29 Mei 1453 (berdasarkan Kalender Julian) ketika kota itu ditaklukkan oleh Utsmaniyah.


Penaklukan Konstantinopel (dan dua wilayah pecahan lainnya segera setelah itu Bizantium) menandai berakhirnya Kekaisaran Romawi, sebuah negara yang telah berlangsung selama hampir 1.500 tahun, itu juga merupakan pukulan besar untuk Kristen. Intelektual Yunani dan non-Yunani Beberapa meninggalkan kota sebelum dan sesudah pengepungan, migrasi terutama ke Italia. Dikatakan bahwa mereka membantu penanda dimulainya Renaisans. Itu juga merupakan beberapa tanda akhir Abad Pertengahan oleh jatuhnya kota dan kekaisaran.

Pengepungan terakhir Konstantinopel, miniatur Perancis abad ke-15 kontemporer.

Peristiwa Kejatuhan Konstantinopel secara tidak langsung menjadi salah satu tonggak krusial dalam peradaban umat manusia yang berdampak luas (globalisasi). Diawali jalur perdagangan antara Eropa dan Asia yang terputus akibat monopoli Utsmaniyah, sehingga para saudagar di Eropa berusaha mencari cara lain untuk berdagang ke daratan Asia, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh penjelajah termasyhur semisal Vasco da Gama yang berhasil menemukan rute laut menuju Asia, ataupun Christopher Columbus yang mendarat di kepulauan Karibia dalam wilayah benua Amerika, meskipun Columbus menganggap bahwa ia mendarat di daratan India.

Selain itu, penemuan benua Australia dan Antartika oleh kapal-kapal pelayar asal Britania Raya, serta penyebaran teknologi mesin, maupun adanya hegemoni kolonialisme bangsa-bangsa Eropa merupakan beberapa konsekuensi tidak langsung yang bermula dari Kejatuhan Konstantinopel sebagai pemicu periode transisi antara Era Pertengahan dengan Era Modern.



Sumber:



--o0o--


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengenal Kekaisaran Ottoman dan Kejatuhan Konstantinopel"

Posting Komentar