PUTERI PUKES


Inilah Puteri Pukes yang telah jadi batu


Cerita Rakyat: berasal dari daerah Gayo, Aceh Tengah


Putri Pukes merupakan nama seorang gadis kesayangan dan anak satu-satunya yang berasal dari sebuah keluarga di Kampung Nosar, Kecamatan Bintang, Aceh Tengah.

Suatu hari dia, dijodohkan dengan seorang pria yang berasal dari Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama Kabupaten Aceh Tengah (sekarang Kabupaten Bener Meriah). Pernikahan pun dilaksanakan, berdasarkan adat setempat. 

Mempelai wanita harus tinggal dan menetap di tempat mempelai pria. Setelah resepsi pernikahan di rumah mempelai wanita selesai, selanjutnya kedua mempelai diantar menuju tempat tinggal pria. Pihak mempelai wanita diantar yang dalam bahasa gayo disebut ‘munenes’ ke rumah pihak pria ke Kampung Simpang Tiga Bener Meriah.


Sumur Pukes di Gayo Aceh-Tengah

Pada acara ‘munenes’ pihak keluarga mempelai wanita dibekali sejumlah peralatan rumah tangga seperti kuali, kendi, lesung, alu, piring, periuk dan sejumlah perlengkapan rumah tangga lainnya. Adat ‘munenes’ biasanya dilakukan pada acara perkawinan yang dilaksanakan dengan sistem ‘juelen’, dimana pihak wanita tidak berhak lagi kembali ke tempat orangtuanya.
 
Berbeda dengan sistem ‘kuso kini’ (kesana kemari) atau ‘angkap’. Kuso kini, pihak wanita berhak tinggal di mana saja, sesuai kesepakatan dengan suami. 

Sementara sistem ‘angkap’, adalah kebalikan dari ‘juelen’, pada sistem perkawinan ini, pihak lelaki diwajibkan tinggal bersama keluarga pihak wanita, disebabkan pihak wanita yang mengadakan lamaran terlebih dahulu.

Pernikahan ini juga disebabkan beberapa hal antara lain, mempelai pria sebelumnya meminta atau mengemis kepada wali mempelai wanita untuk dinikahkan dengan putrinya, dengan alasan sangat mencintainya. Sehingga sebagai persyaratannya, pihak pria harus tinggal bersama keluarga mempelai wanita.


 kendi-kendi yang menempel pada dinding gua

Disinilah detik-detik terjadinya peristiwa sehingga nama Putri Pukes terkenal hingga sekarang, saat akan melepas Putri Pukes dengan iringan-iringan pengantin, ibu Putri Pukes berpesan kepada putrinya yang sudah menjadi istri sah mempelai pria. 
 
“Nak…sebelum kamu melewati daerah Pukes yaitu daerah rawa-rawa, 
(Sekarang menjadi Danau Laut Tawar),Kamu jangan penah melihat ke belakang,” kata ibu Putri Pukes. 
 
Sang putri pun berjalan sambil menangis dan menghapus air matanya yang keluar terus menerus. Karena tidak sanggup menahan rasa sedih, membuat putri lupa dengan pantangan yang disampaikan oleh ibunya tadi. 

Secara tak sengaja putri menoleh ke belakang, dengan tiba-tiba putri pukes langsung berubah menjadi batu seperti seperti yang sekarang kita jumpai di dalam Gua Putri Pukes. Apakah itu hanya mitos atau memang benar-benar terjadi, tetapi warga setempat percaya kalau cerita Putri Pukes itu benar ada.

Puteri Pukes Jadi Batu



Kerangka Manusia Purba 

Beberapa tahun yang lalu tepatnya maret 2009 Tim Arkeologi dari Medan Sumatera yang melakukan penelitian situs sejarah di Takengon, Aceh Tengah menemukan kerangka manusia purba yang diperkirakan berusia 3.500 tahun di Gua Putri Pukes.
 
Tim Arkeologi tersebut terdiri dari 15 orang itu beranggotakan Lucas Partanda Koestoro, DEA, Dra. Nenggih Susilowati, Defri Elias Simatupang, SS, Stanov Purnawibowo, SS, Taufiqurahman, SS, Dra. Suriatani Supriyadi, Suhadi S. Sos, Dra. Jufrida, Dekson, Masdar, Pesta H. H. Siahaan, Briska, Umi N. Syahra, Sopingi Silalahi dan ketua Tim Ketut Wiradnyana.
 
Menurut Ketut pada waktu itu, kerangka itu terdiri dari tulang paha dan sejumlah peralatan milik manusia purba seperti kapak batu dan lempengan gerabah, saat menemukan kerangka berupa tulang belakang paha kaki dan pinggul ditemukan dalam posisi tertindih batu.
 
Saat melakukan penelitian beberapa tahun lalu itu, Ketut menjelaskan, komunitas orang-orang purba di situs ini mempunyai kebiasaan mengebumikan mayat dengan menindihkan batu diatasnya untuk menghindari mayat tidak dimakan binatang buas. 



--o0o--

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PUTERI PUKES"

Posting Komentar